Penjelasan Tambahan ( Khotimah )
Untuk Martabat Tujuh
Kita Memahami pengertian Tanazzul ( Menurun ) lawan kata ” Tarqy “ artinya “Menaik” kedua istilah ini cukup dikenal dikalangan Tasawwuf.
Mi’rajnya Rasulullah s.a.w pada waktu naik kelangit juga dinamakan ” Tarqy” dan pada waktu beliau turun kebumi dinamakan “Tanazzul “
Adapun pengertian Lain, Bahwa kita ingin jgn ‘Tarqy” melulu. mksdnya jgn ” Hakekat” semata-mata.. akibatnya akan meninggalkan syariat.. dan jgn pula Tanazzul melulu.. mksdnya jangna syariat semata.. akibatnya ibadat demikian tidak mendapat nilai..
Oleh itu pengertian Tanazzul jangan diartikan turun dalam pengertian tingkatan waktu dan tempat..
Didasarkan kepada rumusan ini.. maka nyata sekali pendapat Arif Billah bahwa ” Insan Ainul Haqqi “ ( Manusia kenyataan Tuhan ).
Teori MARTABAT TANAZZUL atau MARTABAT TUJUH ini sangat memudahkan proses pengertian dan Faham.. dibandingkan dengan teori Af’al .. Asma dan sifat..
Dalam tangga peningkatan ma’rifat yg lebih penting adalah ” Mengerti “ dan ” Faham “ karena dgn demikian berarti akal sudah bisa menerima.
Lalu kemudian mengikuti proses berikutnya ialah ” Yakin “ meskipun mungkin belum merupakan keyakinan yg mantap.. apabila seseorang sudah dapat menjelajahi wilayah ” Yakin “ maka berarti sudah mulai memasuki nilai rasa atau Zauq.. hal mana adalah sasaran pokok dari pada Ilmu Tasawwuf..
Apabila sudah sampai kepada suatu tingkatan yg dinamakan ” Tahkik “ atau mantapnya keyakinan.. tidak akan goyah lagi dalam keadaan apapun dan bagaimanapun juga.. seakan-akan seribu pedang sejuta peluru untuk merubah keyakinan dan pegangannya atau iktikadnya tidak dia hiraukan.. apa lagi kalau hanya seribu kata dan seribu dalih.
AHADIYAT, WAHDAH , WAHIDIYAH.
Ketiga kata ini dapat pula kita artikan dgn Ke-Esaan Dzat.. Ke-Esaan Sifat.. dan Ke-Esaan Asma.. Ketiganya adalah Qadim.. karena ketiganya tdk bisa dipisah ceraikan.. sekali lagi diingatkan istilah tersebut hanya pada ” Itibar Ma’na “.
Ahadiyat adalah suatu tingkat dimana pengertiannya hanya KUHNI DZAT semata-mata yg Laisa Kamistlihi Syai’un.. pada keadaan tersebut dinamakan pula ” Penuh yg tidak terbatas” atau ada pula yg menamakan ” Kekosongan yg berisi “..
Pada Timgkat itu belum ada apa-apa.. RUANG dan KOSONG pun belum ada yg ada Hanyalah Si DIA.. padahal kata-kata ADA itupun belum ADA.. Ditingkat inilah yg dinamakan QIYAMUHU TA’ALA BINAFSIHI tidak terjangkau oleh akal dan fikiran manusia.
Kemudian.. apakah si ADA yaitu Allah s.w.t belum mempunyai dan memiliki SIFAT? .. MUSTAHIL kalau belum memiliki SIFAT.. yg berarti SIFAT ADALAH SESUATU YG BAHARU.. yg kemudian dilekatkan dan menempel pada DZAT.. Hal ini jelas tidak diterima oleh akal dan tidak bisa jadi terhadap DZAT ALLAH yang MAHA SUCI.
Kalau Demikian maka sifatNya si DIA sudah siap sedia bersama si ADA sendiri.. Kalau Si ADA itu QADIM maka SIFATNYA juga QADIM.
Tingakatan pengertian tentang sifat ini dinamakan dengan kata WAHIDIYAH. Namun semua SIfat-sifat dan Nama Sifat-Sifat itu tersembunyi pada tingkatan WAHDAH dalam Arti keseluruhan ” MUJMAL “.
Mustahil adanya kalau si ADA itu tdk memiliki Nama.. seorang anak yg baru lahirpun sudah sedia dengan Namanya sendiri.. sebelum dia diberi nama oleh orang lain ( ayah dan ibunya ) semua org tentu berkata dengan spontan ” Si Bayi “ lahir nama ” Si Bayi “ ini adalah suatu nama yg sudah sedia pada dirinya.
Pada Tingkat WAHDAH ini Si ADA berkata ” SESUNGGUHNYA AKULAH ALLAH “.. Terurai NamaNYA yg sebenarnya ( Munfashil ) ” AKU ADALAH PERBENDAHARAAN TERSEMBUNYI, AKU BERKEINGINAN UNTUK DIKENAL, LALU KUJADIKANLAH MAHKLAUKKU, AGAR DIA KENAL KEPADAKU “ .. Semua ini jelas terurai..
ALAM ROH, ALAM MISTAL dan ALAM AJSAD /AJSAM.
Sehubungan dgn kehendak Allah s.w.t agar DIA dikenal.. Allah jadikan Alam semesta ini pada tingkatan-tingkatan tertentu.
Yang menjadi pertanyaan.. BAHAN BAKU untuk menjadikan alam nyata ini APA?.. Maha Sucilah Allah dari pada bertanya-tanya.
Pada tingkat Allah s.w.t berdiri dgn SendiriNya.. penuh dgn keadaaNYA sendiri.. Pada tingkat itu tdk ada apa-apa dan tdk ada siapa-siapa.. Maka apabila Allah menciptakan bahan baku dari pada Alam dan segala sesuatu ini.. tentulah ” BAHAN BAKU “ itu dari DIRINYA sendiri.. bukan dari sesuatu yg lain karena sesuatu yang lain pada tingkat itu belum ada.. Pengertian ” Bahan Baku itu dari diriNYA sendiri ” bisa kita artikan ” Dari SIFAT KALAMNYA ” yang terealisasi melalui Af’alNYA “KUN” dan dari SIFAT IRADHATNYA ( Kehendak ).
Yang kita mksdkan dgn BAHAN BAKU ini tentulah NUR MUHAMMAD sebagai yg tercantum dalam beberapa Hadist Nabi s.a.w. Sebelum NUR MUHAMMAD ini Dzahir sebagai sesuatu ” Yang Diadakan ” ( Mahkluk ) Pastilah NUR MUHAMMAD YANG DIADAKAN ini sudah tersedia secara ” MUJMAL” dalam Hidlrat / Martabat Wahdah.
Dengan demikian.. maka kita dapat menerima keterangan Hadist Rasulullah s.a.w. Bahwa ” NUR MUHAMMAD ADALAH DARI PADA NUR DZATULLAH S.W.T “.
Apabila kemudaian ternyata telah ada bahan bakunya maka Allah Selanjutnya menciptakan Alam roh.. Alam mistal.. dan alam ajsad/ajsam dari bahan baku tersebut.. Atau dgn kata lain memang Allah Sendiri berkehendak untuk menciptakan sesuatu ini dgn lebih dahulu menciptakan NUR MUHAMMAD sebagai SUMBERNYA ( BAHAN BAKUNYA).
Saya ingin memberikan sebuah contoh… seorang yg bernama Si ” A” hendak membangun Rumah.. semoga dapat memudahkan pengertian dalam rangka memahami MARTABAT TANAZZUL.
Contohnya Pada Allah :
1. Qadim ( Si ADA yg SEDIA )
Esa Dzat
Esa Sifat
Esa Asma
Firmannya : Aku Allah .. Aku ingin jadikan Mahkluk.
Bahan baku sebenarnya adalah MUR MUHAMMAD perlu dijadikan ( Masih ada pada Martabat WAHDAH)
1. Pada MANUSIA
Diri
Sifat/Rupa
Nama
Kata Si Manusia : Aku Si A ingin membangun RUMAH.
Bahan naku sebenarnya adalah Uang.. perlu uang dicari dgn memeras keringat ( Masih dalam kehendak/keinginan ).
Dari Rumusan ini maka terlahirlah pendapat ALHALLAJ bahwa hakikat MUhammad itu adalah QADIM.. tetapi dimisalkan pula bahwa NUR MUHAMMAD s.a.w itu adalah laksana ” PEDANG BERMATA DUA “ ke ATAS Dia QADIM.. KEBAWAH Dia MUHADDAST.
contoh PADA SISI ALLAH II ( MUHADDAST ) / baharu atau diadakan
1. Alam Roh
2. Alam Mitsal ( berupa tapi tdk dapat dibagi )
3. Alam Ajsad/Ajsam ( berupa dan dapat dibagi-bagi)
4. Alam Insan / Manusia alam kenyataan.
– Alam Insan adalah Mazhar Wujud Allah.. Allah ” Qo’im ” pada segala Zarratul Wujud
– Alam / Insan Bukan Allah.
PADA MANUSIA II.
1. Uang yg sudah siap dibrandkas.. dgn bermacam2 type uang.
2. Sket/gambar rumah ( berupa tapi tak dapat dibagi )
3. Jenis bahan ( berupa semen.. kayu dll ) masih terbagi-bagi.
4. Rumah yg sudah jadi
– Rumah adalah mazhar / kenyataan dari adanya si “A” ( disebut Rumah si A ) dan si A Diam / qo’im bertempat tinggal dirumah.
– Rumah Bukanlah Si A.
MARTABAT INSAN / ALAM INSAN
Insan atau Alam semesta ini jelas sekali sebagai yg dikatakan ” Ainul Haqqi ” ( kenyataan Tuhan ).. Apabila manusia sudah mengerti.. faham dan sadar tentang asal usul rohnya sendiri.. hakekat dari pada dirinya yg sebenarnya.. maka seharusnya dan sewajarnya dgn kesadaran demikian tidak akan dia menurunkan harkat dirinya sebagai manusia kepada hakekat kebinatangan.
Memang ada yg bertanya.. bukanakkah manusia itu asalnya dari pada Tanah? sebagaimana yg byk disebutkan dalam Alquran?. Teori martabat tujuh ini bukanlah melemahkan dalil-dalil dan nas-nas yg sudah nyata dalam Alquran yg menyatakan manusia dari pada tanah.
Tentang asal dari pada tanah adalah jasmanianya manusia sebagai man telah dijelaskan sebelumnya.. jasmaniyah manusia adalah termasuk unsur ardli ( unsur bumi ).. tetapi rohnya manusia bukanlah berasal dari tanah.. seperti apa yg Allah firmankan sendiri didalam Alquran
: ” WA NAFAKHTU FIHI MIN RUHI “
Artinya : ” Aku tiupkan RUHKU padanya ( Adam)
Apabila seseorang yg sudah memahami dan mengerti serta sadar tentang hakekat dirinya.. lalu didasarkan keyakinan yg mantap dia ber ” Musyahadah” dgn cara musyahadah yg benar.. tidak ada pada hakekatnya segala yg Muhaddast ini yg ada hanya Qadim – sebagai mazhar wujud Allah.. dia menegakkan sifat-sifat kehambaan.. org demikian inilah yg benar2 hamba kekasih Allah.. seperti yg dimaksd Hadist Kudsi ” Pandangannya… Pendengarannya.. Perasaannya.. tenaganya ( pada kaki dan tangan ).. hatinya .. diakui Allah sebagai pendangan… pendengaran.. perasaan.. hati dan tenaga Allah sendiri “
Sementara ada org yg mengira bahwa setelah sampai kepada tingkat itu… apa saja yg dia inginkan bisa jadi.. hal-hal yg Khariqun Lil’adat ( Luar biasa ) mudah bagi mereka.. perkiraan ini mungkin benar dan mungkin juga keliru.. benarnya.. karena apa yg mereka inbginkan tentu sesuai dgn apa yg sudah ditakdirkan oleh Allah buat mereka.. Kelirunya.. bila kemampuan demikian itu dianggap seakan-akan bisa saja kita minta agar mau menuruti kehendak kita sebagai yg sering terjadi.. misalnya ada seseorang dikhabarkan bertaraf waliyullah berbondong-bondong manusia datang kepadanya meminta pada si wali itu dgn barmacam-macam mksd dan kehendak.. padahal permintaan itu pada umumnya berbau dunia semata-mata ( minta byk rezki.. minta disembuhkan penyakit… minta pangkat dan jabatan..dll ).. Si wali kadang2 tidak mau melayani .. akhirnya dianggap salah .. atau si wali berkata Insya Allah.. kemudian ternyata tdk berhasil.. lalu si wali itulah yg dipersalahkan. Wassalam.
http://darulihya.blogspot.com/2010/04/sambungan-menjawab-tulisan-mohammad.html
SukaSuka
Anda. Penulis yg. Baik, Tapi bukan guru yg Baik
SukaSuka
Manusia jauh dari kesempurnaan..
SukaSuka
Anda guru yang baik dan penulis yang baik . Bila saya (ingat bila saya bkn yg lain) bilang anda guru yg tdk baik berarti saya msh terhalang oleh af’alnya.Mohon maaf.
SukaSuka
Mas assalamualaikum..mohon izin copy trims
SukaSuka
Semoga si penulis selalu di dalam rahmat, petunjuk , bimbingan dan ridha Allah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Mudah-mudahan kita tidak terhijab
SukaSuka