Biografi Singkat Al-Hallaj
Dalam dunia Tasawwuf terdapat banyak ajaran-ajaran beserta pencetus ajaran tersebut. Dalam ajaran-ajaran mereka banyak terjadi controversial ditengah-tengah masyarakat, khususnya dikalangan ulama fiqih.
Setiap manusia pasti memiliki watak, pribadi serta pola pikir yang berbeda, karena itu pasti setiap orang punya cara tersendiri untuk mendekatkan diri kepada sang Khaliq. Apalagi orang-orang tertentu yang memiliki keinginan sangat kuat serta menginginkan hubungan yang sangat khusus terhadap Allah SWT yaitu orang-orang yang mengikuti ajaran Tasawwuf. Karena itulah banyak ajaran-ajaran Tasawwuf yang berkembang yang menimbulkan controversial.
Ajaran-ajaran mereka banyak ditentang oleh kalangan pemerintahan, dengan alasan ajaran mereka menyesatkan ummat. Tetapi karena keteguhan mereka sangat kuat terhadap ajarannya, mereka tidak memperdulikan orang-orang yang menentangnya, bahkan walaupun mereka harus tebunuh atau dibunuh akibat ajaran-ajaran mereka yang dianggap menyesatkan.
Pada kesempatan kali ini kami ingin sedikit membahas salah satu ajaran Tasawwuf yaitu Hulul, ajaran ini berasal dari seorang ulama Tasawwuf yang diberi julukan Al-Hallaj. Semoga makalah kami yang ringkas ini dapat membantu kita semua dalam memahami ajaran Hulul, yang dibawa oleh Al-Hallaj, serta dapat mengambil hikmah dan pelajaran-pelajaran yang tersirat dalam kisah dan perjalanan beliau.
1. Riwayat Hidup Al-Hallaj
Nama lengkap al- Hallaj adalah Abu al-Mughits al-Husain ibn Manshur ibn Muhammad al-Baidhawi (244-309 H / 857-922 M). al-hallaj yang berarti pemintal benang, lahir di Thur, sebelah timur laut Baidha’, Persia ( Iran ). Al-Hallaj adalah cucu dari seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Ayyub dari keturunan Bani Hasyim seperti Rasulullah.
Catatan : Bani Hasyim adalah satu2nya didalam rumpun Bangsa Arab yang tidak pernah menyembah berhala, Keturunan yg terjaga mulai dari Adam hingga keturunan Beliau Ish yg menurunkan Bani Hasyim sebagai bangsa yg akan melahirkan Nabi Akhir Zaman, keturunan yg tdk bermaksiat kepada Allah.
Sebelum berusia 8 tahun ia belajar menghafal Al-Quran dan menjadi seorang hafizh (Al-Quran). Ia berusaha mencari makna batiniah dari surat-surat Al-Quran dan menerjunkan diri ke dalam tasawwuf di madrasah Sahl at-Tustari menuju Basrah. Dia tinggal sampai dewasa di Wasith, dekat Baghdad, dan dalam usia 16 tahun dia telah pergi belajar pada seorang sufi yang terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin Abdullah al-Tustur di negeri Ahwaz.
Selanjutnya ia pergi ke Bashrah dan belajar pada seorang sufi benama Amr Al-Makki, dan pada tahun 264 H. ia masuk kota Baghdad dan belajar pada al-Junaid yang juga seorang sufi. Selain itu ia juga pernah menunaikan ibadah haji di Makkah sebanyak tiga kali. Al-Hallaj menikah dengan Ummu al-Husain, puteri Abu Ayyub al-Aqtha’.
Dalam perjalanan hidup selanjutnya ia pernah keluar masuk penjara akibat konflik dengan ulama fiqih. Pandangan-pandangan tasawuf yang agak ganjil sebagaimana akan dikemukakan dibawah ini menyebabkan seorang ulama fiqih bernama Ibn daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa untuk membantah dan membrantas pahamnya. Al-Isfahani dikenal sebagai ulama fiqih penganut madzhab Zahiri, suatu madzhab yang hanya mementingkan zahir nas ayat belaka. Fatwa yang menyesatkan yang dikeluarkan oleh Ibn Daud itu sangat besar pengaruhnya terhadap diri al-Hallaj, sehingga al-Hallaj ditangkap dan dipenjarakan. Tetapi setelah satu tahun dalam penjara, dia dapat meloloskan diri berkat bantuan seoarang sifir penjara.
Dari Baghdad atas saran al-junaid ia pergi ke makkah. Disana ia menjalankan hajinya yang pertama dan menyelesaikan umrahnya selama satu tahun di halaman Masjid al-haram sambil berpuasa san berdzikir. Dalam suasana seperti ini, al-Hallaj berusaha dengan caranya sendiri menyatu dengan Allah dan mulai menyerukan penyatuan itu.
Setelah kembali ke Khuzistan, al-Hallaj mulai menanggalkan baju gamis panjang kesufiannya dan kemudian memakai jubah agar dapat berbicara dan berdakwah secara lebih leluasa. Inilah permulaan kewaliannya, dimana tujuan utamanya adalah membuat setiap orang dapat menemukan Allah di dalam hatinya sendiri. Karenanya, al-Hallaj diberi julukan Hallaj al-Asrar (pemintal hati nurani)yang membuatnya dicurigai dan di benci serta dijadikan bahan polemic di antara para sufi.
Beberapa kaum Sunni dan sebagian orang Kristen yang menjadi pejabat Negara di Baghdad menjadi pengikutnya. Teapi kalangan Mu’tazilah dan Syi’ah yang menjadi pejabat Negara menuduhnya sebagai penipu dan menentangnya. Lalu Al-Hallaj pergi ke khurasan untuk melanjutkan dakwahnya di antara koloni-koloni arab di sebelah Timur Iran dan menetap disana selama lima tahun. Kemudian Al-Hallaj kembali ke daerah Tustar, dn melalui bantuan Sekretaris Negara, Hamid Kunna’I, ia berhasil membawa keluarganya menetap di Baghdad .
Kemudian Al-Hallaj melakukan Ibadah Hajinya yang kedua bersama 400 orang pengikutnya,tetapi beberapa kawan lamanya dari kalangan sufi menuduhnya menggunakan magic dan ilmu sihir serta membat perjanjian dengan jin. Setrelah haji keduanya ini, ia melakukan perjalanan panjang ke India dan Turkistan . Di India ia berhasil menyebarkan Islam dan mengembangkan pengaruhnya di sana . Buktinya, sebagian kasta yang ditarik ke dalam Islam sampai sekarang masih disebut sebagai Mansuri(yang ditolong), dan sebuah makam yang diyakini sebagai makamnya di Baghdad masih didatangi oleh orang-orang Gujarat, India .
Sekitar tahun 290 H/902 M, al-Hallaj kembali ke Makkah untuk menjalankan ibadah haji yang ketiga kalinya sekaligus yang terakhir. Ia kembali ke sana dengan mengenakan muraqqa’ah ( sehelai kain tambalan yang menutupi bahunya) dan futha (sejenis kain celana India ) yang melingkar di pinggangnya. Ketika wukuf di Arafah, al-Hallaj berdoa agar Allah menguranginya menjadi tiada, menjadikan dirinya direndahkan dan ditolak, sehingga hanya Allah yang ada dalam jiwa dan bibirnya. Setelah kembali kepada keluarganya di Baghdad al-Hallaj membangun sebuah model Ka’bah di dalam rumahnya dan berdo’a di tengah malam di samping makam, dan pada siang hari ia mengumandangkan jalan atau mabuk cintanya kepada Allah dan keinginannya untuk meninggal secara terhina demi kaumnya.
“Wahai kaum imuslim, selamatkan aku dari Allah, “Allah telah membuat darahku menjadi halal untuk engkau, maka bunuhlah aku,” seru Al-Hallaj. Seruan ini memunculkan emosi dan memicu kecemasan di kalangan kaum terdidik. Seorang Zhahirin, Muhammad ibn dawud, marah ketika al-hallaj mengumumkan penyatuan mistiknya dengan Allah, ia meminta agar al-Hallaj diseret ke pengadilan dengan melakukan provokasi agar al-Hallaj dihukum mati. Tetapi ahli fiqih Syafi’I, Ibn Suraij, menyatakan bahwa inspirasi mistik itu diluar ketentuan fiqih.
Pada tahun 296 H/908 M beberapa aktivis reformasi sunni (di bawah pengaruh seorang penganut aliran Hanbali, Barbahari) melakukan perebutan kekuasaan dan mengangkat Ibn al-Mu’taz sebagai Khalifah. Tetapi usaha mereka gagal, dan Khalifah al-Muqtadir memulihkan kembali pejabat finansialnya yang Syi’ah, Ibn Furat. Akibatnya al-hallaj menerima perlakuan represif dari orang-orang yang bersikap anti Hanbali, tetapi ia berhasil menyelamatkan diri menuju Sus di Ahwaz, walaupun empat pengikutnya ditahan.
Tiga tahun kemudian al-Hallaj sendiri ditahan dan dibawa ke Baghdad sebagai korban kebencian hamid, seorang pengikut Sunni, Al-Hallaj lalu dimasukkan ke dalam penjara selama sembilan tahun. Pada tahun 301 H/913 M, Menteri Ibn ‘Isa, saudara sepupu dari salah seorang pengikut al-Hallaj mengakhiriperadilan terhadap al-Hallaj dan pengikut-pegikutnya yang meringkuk dalam penjara dengan tuntunan dibebaskan.
Sayangnya, karena provokasi represif dari musuh-musuh al-Hallaj dengan dukungan kepala polisi yang juga lawan menteri Ibn ‘Isa, al-Hallaj dihukum tiga hari, dan di atas kepalanya dipasang plakat bertuliskan “Agen Qarmathiyah”.
Al-Hallaj kemudian dibawa ke suatu tempat di mana ia sempat memberi ceramah kepada kalangan narapidana lainnya. Pada tahun 303 H/915 M, al-Hallaj merawat khalifah yang sakit demam, dan pada tahun 305 H ia “menghidupkan kembali” pangeran putera mahkota itu. Kaum Mu’tazilah lantas mengumumkan ajaran pedukunan al-Hallaj. Pada tahun 304-306 H, menteri Ibn ‘Isa yang mengagumi al-Hallaj digantikan oleh Ibn Furat yang anti al-Hallaj. Namun pengaruh sang Ratu mencegah menteri baru itu untuk membuka kembali peradilan terhadap al-Hallaj. Pada periode ini muncul dua karya utama al-Hallaj, yaitu Thasin al-Azal, sebuah perenungan tentang Iblis, sang monoteis yang tidak patuh, dan karya pendeknya yang berjudul Mi’raj Nabi Muhammad, yang berhenti di Sirat al-Muntaha.
Peradilan terhadap al-Hallaj dibuka kembali pada tahun 308-309/921-922 M. Latar belakang peradilan ini adalah adanya spekulasi keuangan Hamid yang ditentang oleh Ibn Isa. Untuk menghancurkan pengaruh Ibn ‘Isa, Hamid membuka kembali peradilan terhadap al-Hallaj. Kali ini ia dibantu oleh Ibnu Mujahid, pemimpin terkemuka dari kumpulan qurra sekaligus sahabat sufi Ibn Salim dan Asy-Syibli, tetapi menentang Al-Hallaj.
Dan akhirnya pada tanggal 18 zulqa’dah tahun 309 H(921 M). al-Hallaj dijatuhi hukuman mati. Ia dihukum bunuh, dengan terlebih dahulu dipukul dan dicambuk, lalu disalib, sesudah itu dipotong kedua tangan dan kakinya, dipenggal lehernya, dan ditinggalkan tergantung bagian-bagian tubuh itu di pintu gerbang kota Baghdad, dengan maksud untuk menjadi peringatan bagi ulama lainnya yang bebeda pendirian. Arberry lebih lanjut melukiskan kasus pembunuhan al-Hallaj sebagai berikut.
“Tatkala dibawa untuk disalib, dan melihat tiang salib serta paku-pakunya, ia menoleh ke arah orang-orang seraya berdo’a, yang diakhiri kata-kata: “Dan hamba-hamba-Mu yang bersama-sama membunuhku ini, demi agama-Mu dan memenangkan karunia-Mu, maka ampunilah mereka, ya Tuhan, dan rahmatilah mereka. Karena sesungguhnya, sekiranya telah Kau anugerahkan kepada mereka yang Kau telah anugerahkan kepadaku, tentu mereka takkan melakukan apa yang telah mereka lakukan. Dan bila Kau sembunyikan dari diriku yang telah Kau sembunyikan dari mereka, tentu aku takkan menderita begini. Maha Agung Engkau dalam segala yang Kau-Lakukan,dan Maha Agung Engkau dalam segala yang Kau kehendaki.
2. Pengertian, Tujuan dan Kedudukan Hulul.
Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Menurut keterangan abu Nasr al-Tusi dalam al-Luma’ sebagaimana dikutip Harun Nasution, adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia untuk mengambil tempat didalamnya setelah kemanusiaan yang ada didalam tubuh itu dilenyapkan.
Paham bahwa Allah mengambil tempat pada diri manusia ini, bertolak dari dasar pemikiran al-hallaj yang mengatakan bahwa pada diri manusia terdapau da sifat dasar, yaitu lahut(ketuhanan) dan nasut (kemanusiaan). Ini dapat dilihat dari teorinya mengenai kejadian manusia dalam bukunya al-thawasin.
Selain itu al-hallaj terkenal dengan ucapannya yang controversial, yaitu ana al-haqq, yang berarti “Akulah Tuhan”. Menurut Gilani Kamran, frase mistik ana al-haqq mempunyai sejarah yang panjang, baik sebagai pernyataan maupun pengalaman. Sebagai pernyatan, ana al-haqq telah dibahas dari berbagai segi, dan nuansa panteistiknya telah diperdebatkan.
Sebagai pengalaman, kebenaran kata-kata itu sering ditentang. Dalam kerangka yang diberikan oleh pemikiran spekulatif Islam (teologi), ungkapan ana al-haqq menduduki tempat yang penting dalam hubungan Tuhan dengan manusia. Namun karena alas an ini, frase tersebut menimbulkan kesulitan pada sikap teologi Islam, karena ungkapan ini menunjukan saling tumpaah tindih sifat Ilahi dan Insani dalam diri manusia.
Kemudian Syaikh Ahmad Sirhindi (1563-1624) membahas ana al-haqq dalam tradisi teologi dan menegaskan bahwa ana al-haqq merupakan pernyataan situasional, dan ungkapan ini mempresentasikan kualitas pengalaman yang otentik. Beliau menyatakan bahwa ana al-haqq sebagai kebenaran tidaklah mengacu kepada kondisi penyatuan, tetapi pada dasarnya al-haqq sepenuhnya menyelimuti kesadaran jiwa yang menyesali diri (contemplative ego). Pada kondisi ini ana hanya mengetahui al-haqq yang menyelimtinya, dan secara bersamaan kehilangan identitasnya. Hilangnya identitas personal inilah yang membuat pernyataan al-Hallaj menjadi penting.
Syaikh Ahmad sirhindi menegaskan bahwa ana al-haqq tidak mengacu pada penyatuan dengan esensi Tuhan atau sifat-Nya. Dengan demikian, al-haqq sebagai “Akulah Kebenaran” secara kategoris dikesampingkan oleh Syiakh Ahmad Sirhindi yang menafsirkan frase itu sebatas penegasan melalui sangkalan. Menurut beliau, ana al-haqq tidak hendak menegaskan makna “Akulah Kebenaran”, tetapi hanya pernyataan bahwa “Aku tiada, hanya Dia yang ada satu-satunya.” Tanpa penyangkalan diri, maka pengukuhan atas kebenaran Tuhan masih belum terselesaikan. Al-Hallaj sebenarnya menandaskan keyakinan-nya melalui penyangkalan diri.
Di sisi lain ana al-haqq dianggap terlalu melebih-lebihkan pengalaman subjektif, dan “Aku” personal menunjukkan kecendrungan kea rah megalomania dan egotism. “Aku” personal inilah yang menutpi al-haqq dan mengundang perhatian penuh pada dirinya sendiri. Jadi ana al-haqq sebagai sebuah pernyataan tentang pengalaman mempertahankan Dia-Engkau sebagai titik acuan dalam dirinya sendiri. Sejarah puisi mistik teah sepenuhnya mendkung titik acan ini dan pengalihan arti dalam puisi mistik telah dicapai melalui acuan ini.
Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, ia hanya melihat diri-Nya sendiri. Dalam kesendiriannya itulah terjadi dialog antara Tuhan dengan diri-Nya sendiri, yaitu dialog yang didalamnya tidak terdapat kata maupun huruf. Yang dilihat Allah hanyalah kemuliaan dan ketinggian Zat-Nya sendiri. Allah melihat kepada zat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinta inilah yang menjadi seban wujud dan sebab dari yang banyak ini. Ia pun mengeluarkan dari yang tiada bentuk copy dari diri-Nya yang mempunyai sifat dan nama-Nya. Bentuk copy ini adalah Nabi Adam. Setelah menjadikan Nabi Adam dengan cara it, Ia memuliakan dan mengagungkan Nabi Adam. Ia cinta pada belia, dan pada diri Nabi Adam setelah terdapat sifa-sifat yang dipancarkan Tuhan yang berasal dari Tuhan sendiri.
Dengan cara demikian maka manusia mempunyai sifat ketuhanan dalam dirinya. Hal ini dipahami dari QS. Al-Baqarah : 34. menurut al-hallaj, bahwa Allah memberi perintah kepada malaikat agar mau bersujud kepada Nabi Adam, karena pada diri Nabi Adam Allah menjelma.
Paham bahwa Allah menjadikan Nabi Adam menurut bentuk-Nya, dapat pula dipahami dari isyarat yang terdapat dalam hadits yang artinya berbunyi sebagai berikut : “Tuhan menciptakan Nabi Adam sesuai dengan bentuk-Nya”.
Dengan melihat ayat dan hadits diatas,. Al-Hallaj berkesimpulan bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan (lahut), dan dalam diri Tuhan juga terdapat sifat kemanusiaan (nasut) Sifat yang dimaksud adalah sifat hakikat manusia yang merupakan Masyar dari sifat Allah. Bukan sifat yang dibawa oleh Nafsu, karna seorang sufi sudah bersih dari sifat nafsu, seperti kikir, malas, loba, dengki dan sifat sombong ( Tahalli), yg tersisa hanyalah sifat Rabbaniyahnya saja Sifat Ketuhanan yg berada pada diri manusia (Takhalli). pada hakikatnya sifat kemanusiaan, adalah sifat Allah sendiri. Jika sifat ketuhanan yang ada dalam diri manusia bersatu dengan sifat kemanusiaan yang ada dalam diri Tuhan maka terjadilah “Hulul”. Untuk sampai ke tahap seperti ini manusia harus terlebih dahulu menghilangkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui proses al-Fana sebagaiman telah disebutkan di atas.
Catatan : Harus difahami bahwa sifat kemanusian bukanlah sifat yg dimiliki manusia secara mutlak, melainkan juga sifat yg diberikan oleh Allah kepada manusia yg merupakan juga milik Allah, adalah sangat mustahil manusia memiliki sifat kemanusiaan yg muncul dengan sendirinya, seperti juga manusia tidak mungkin ada dengan sendirinya, melainkan ada yg Maha Ada yg membuatnya menjadi Ada, demikian juga sifat manusia, Karna Adanya Sang Pemilik Sifat yg Maha mensifati sehingga ada yg disifati. dan harus kita fahami juga, sifat kikir, loba, malas, takabbur, sombong dan ria’ , sifat Rububiyah, sifat hawaniyah, serta sifat2 tercela lainnya, bukanlah sifat kemanusiaan, itu adalah sifat dari Nafsu, hanya saja sifat2 itu berada dalam diri manusia, tapi bukan bagian dari sifat Kemanusiaan. inilah yg dibersihkan dengan jalan Tahalli lalu Takhalli dan akhirnya mencapai Tajalli. dan menyisakan Sifat Ketuhan pada manusia atau disebut juga sifat kemanusiaan. dan jgn juga salah mengartikan, lapar, sakit, haus, senang dan sedih, serta mati itu sebagi sifat kemanusiaan, itu bukan sifat dan sama sekali tidak termasuk dalam kategori sifat, itu yg di mksd Qodrat.
Berdasarkan uraian tersebut, maka al-Hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Dalam hal ini hulul pada hakikatnya istilah lain dari al-Ittihad sebagaimana telah disebut diatas. Tujuan dari hulul adalah mencapai persatuan secara batin. Untuk itu Hamka mengatakan, bahwa hulul adalah ketuhanan (lahut) menjelma ke dalam diri insane (nasut), dan hal ini terjadi pada saat kebatinanseorang insane telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.
Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan, Al-Hallaj adalah seorang sufi yang sangat tekun beribadah. Dalam ibadahnya yang khusyu’ ia sering mengungkapkan rasa Syathahat, yaitu ungkapan-ungkapan yang kedengarannya ganjil. Hal itu terjadi ketika ia tenggelam dalam Fana, suatu tingkatan kerohanian ketika kesadaran tentang segala sesuatu sirna kecuali hanya kesadaran tentang Allah SWT.
Dari sinilah muncul ungkapan An al-Haq – yang oleh Al-Hallaj ditafsirkan bahwa “Aku berada di dalam Dzat Allah.” Banyak ahli tasawuf menafsirkan, ungkapan itu sebenarnya tidak dimaksudkan bahwa dirinya adalah Tuhan. Hal itu tampak dalam sebuah pernyataan, “Aku adalah rahasia Yang Maha Benar, bukanlah Yang Maha Benar Itu Aku. Aku hanyalah satu dari yang benar. Maka bedakanlah antara aku dan Dia.”
Ia menulis sejumlah kitab dan bait-bait puisi. Dalam legenda Muslim, ia adalah prototipe pencinta yang mabuk kepayang kepada Allah.
Sekembalinya dari Makkah yang kedua kalinya, keadaannya telah banyak berubah. Ia adalah seorang “manusia baru”, menyeru manusia kepada kebenaran dengan menggunakan istilah-istilah yang sama sekali tidak dipahami oleh seorangpun. Karena itulah, diriwayatkan bahwa ia telah di usir dari lima puluh kota.
Dalam keadaan yang membingungkan seperti itulah, masyarakat terbelah menjadi dua kelompok berkaitan dengan Al-Hallaj, ada yang pro pada pendapatnya, dan ada banyak yang menentangnya. Walaupun mereka banyak yang menyaksikan keajaiban-keajaiban yang dilakukan oleh Al-Hallaj.
“Katakanlah, Dialah Kebenaran,” teriak mereka kepadanya.
“Ya, Dialah segalanya,” jawab Al-Hallaj. “Kalian mengatakan bahwa Dia hilang (tak dapat diindrai). Sebaliknya Husainlah (maksudnya dirinya) yang hilang (fana). Lautan tak akan surut ataupun lenyap.”
Masyarakat melapor kepada Syekh Junaid, “kata-kata Al-Hallaj mengandung makna esoteris.”
“Biarkan ia dieksekusi,” jawab junaid. “Sekarang ini bukanlah saat yang tepat bagi makna-makna esoteris.”
Ia dipenjara oleh Khalifah selama satu tahun. Namun selama dalam tahanan itu, masyarakat sering menjenguk dan menemuinya untuk mengkonsultasikan masalah-masalah mereka. Akhirnya mereka dilarang untuk mengunjungi Al-Hallaj. Setelah itu selama lima bulan tak ada seorangpun yang menemuinya, kecuali Ibnu Atha’ dan Ibnu Khafif.
Pada suatu kesempatan, Ibnu Atha’ mengirimkan pesan kepada Al-Hallaj. “Wahai Syekh, mintalah maaf atas segala ucapanmu agar engkau bisa bebas.”
Al-Hallaj menjawab, “Suruh ia yang mengatakan hal ini untuk meminta maaf.”
Ibnu Atha’ menangis saat mendengar jawaban ini. “Kita bahkan tidak memiliki secuil pun derajat dibanding dengan Al-Hallaj.” Katanya.
Diriwayatkan, pada malam pertama ia dipenjara, para sipir datang ke selnya, namun tidak menemukannya di sana. Mereka mencarinya ke seluruh sudut sel, namun ia tetap tidak ditemukan.
Pada malam kedua, mereka juga tidak menemukan baik Al-Hallaj maupun selnya.
Pada malam ketiga, mereka menemukannya berada di dalam selnya.
Para sipir itu bertanya, “Dimana engkau pada malam pertama, dan dimana engkau bersama sel ini di malam kedua? Kini engkau di sel ini kembali, tanda-tanda apa ini?”
Ia menjawab, “Di malam pertama, aku berada di dalam-Nya, karena itulah aku tidak berada di sini. Pada malam kedua, Dia berada di sini, maka aku dan sel ini pun tiada. Di malam ketiga, aku dikirim kembali, agar hukum dapat ditegakkan, ayo lakukan tugas kalian!”
Saat Al-Hallaj masuk penjara itu, ada tiga ratus orang tahanan lain di sana. Malam itu ia menyapa mereka, “Wahai para tahanan, maukah kalian aku bebaskan?”
“Mengapa tidak engkau bebaskan saja dirimu sendiri?” Tanya mereka.
“Aku adalah tahanan Allah, aku adalah pengawal keselamatan,” jawabnya. “Jika engkau mau, aku dapat melepaskan semua belenggu dengan satu isyarat.”
Al-Hallaj membuat satu isyarat dengan jari telunjuknya, dan semua belenggu mereka pun terbuka, hancul lebur.
“Sekarang bagaimana kita bisa pergi? Tanya para tahanan itu. “Karena pintu sel terkunci.”
Al-Hallaj membuat satu isyarat lagi, dan tembok penjara pun jebol.
“Sekarang pergilah kalian,” pekiknya.
“Engkau tidak ikut?” Tanya mereka.
“Tidak,” jawabnya. “Aku punya sebuah rahasia dengan-Nya yang hanya bisa diungkapkan di tiang gantungan.”
“Keesokan harinya para sipir bertanya padanya, “Kemana perginya para tahanan lainnya?”
“Aku telah membebaskan mereka,” jawab Al-Hallaj dengan santainya.
“Mengapa engkau tidak ikut pergi?” tanya mereka.
“Allah punya alasan untuk mencemoohku, maka aku tidak pergi,” jawabnya.
Kejadian di penjara ini dilaporkan kepada Khalifah. “Akan ada kerusuhan,” pekik Khalifah. “Bunuh dia, atau cambuk dia dengan tongkat sampai dia menarik kembali ucapannya.”
Mereka mencambuknya dengan tongkat sebanyak tiga ratus kali. Setiap kali cambuk mendera tubuhnya, sebuah suara ghaib berkata, “Jangan takut, wahai Ibnu Manshur!”
Kemudian mereka membawanya keluar untuk disalib. Dengan tiga belas belenggu yang berat di tubuhnya, Al-Hallaj melangkah dengan tegap sepanjang jalan, sambil melambaikan tangannya seperti seorang pengembara.
“Mengapa engkau berjalan dengan begitu pongah?” Mereka bertanya.
“Karena aku tengah berjalan menuju pejagalan
3. Kehidupan Hallaj Menurut Anak Laki-lakinya Hamid (Ibnu Bakuya)
Kisah ini disampaikan secara lisan oleh Hamd ibn Husayn Ibn Mansur at Tustar. Dia menceritakan kisah sebagai berikut:
- Ayahku, Husayn ibn Mansur, dilahirkan di Bayda, di sebuah tempat bernama al-Tur. Di dibesarkan di Tustar, dan selama jangka waktu dua than dia menjadi murid Sahl ibn Abdullah Tustari, setelah itu dia pergi ke Baghdad.
- Dia mengembara kadang-kadang hanya berpakaian bulu, sekali waktu dengan dua mantel yang diwarnai, kadang-kadang memakai jubah wool dengan surban, atau memakai jubah besar dengan lengan, layaknya seorang tentara.
- Dia meninggalkan Tustar pertma kali pergi ke Bashrah dan pada waktu itu ia berusia 18 tahun. Kemudian pergi (ke basrah? Ke Baghdad?), memakai dua jubah, untuk menemui ‘Amr ibn ‘Utsman Makki dan Junayd ibn Muhammad; dan dia tinggal dekat dengan ‘Amr selama 18 bulan. Setelah itu dia menikah di Bashrah dengan ibuku Umm al-Husayn, anak perempuan Abu Ya’qub Aqta’, tetapi Amr ibn ‘Utsman sedih tentang pernikahan ini dan pertengkaran besar terjadi antara Abu Ya’kub dan ‘Amr terhadap persoalan ini. Ayahku pergi sendiri kepada Junayd iMuhammad dan menceritakan kepadanya betapa sedihnya dia terhadap ketegangan yang terjadi antara b Ya’kub dan ‘Amr di Baghdad. Junayd menasihatinya agar tetap tenang dan tetap menghormati mereka, yang dia lakukan dengan sabar selama beberapa waktulamanya.
- Kemudian dia pergi ke Mekkah dan tinggal di sana selama satu tahun, dalam kunjungan yang sangat syahdu. Setelah itu dia kembali ke Baghdad sengan sekelompok sufi fuqara’. Dia menuju tempat Junayd ibn Muhammad untuk mengajukan beberapa pertanyaan, yang kemudian, akan tetapi, tidak terjawab, karena dituduh hal ini termotivasi oleh hasrat misi pribadi (mudda’i). Ayahku, sakit hati karena hal ini, bersama-sama dengan ibu, ke Tustar, tempat dia tinggal selama hamper dua tahun.
- Dan di sana dia menerima sambutan begitu hangat hingga banyak para sufi pada waktu itu marah dan benci kepadanya, khususnya ‘Amr ibn ‘Utsman. Yang bersikeras mengirimkan surat tentangnya kepada orang-orang penting di Khuzistan sambil menghasutnya dengan kesalahan-kesalahan fatal (‘azaim).
- Pada tahap-tahap tertentu dan dengan sangat efektif ayahku mengesa,pingkan gaya sufi, menolaknya dan memakai pakaian berlengan, dan sering mengunjungi kelompo-kelompok duniawi (abna al-dunya)
- Dia meninggalkan (Tustar) setelah itu dan kami tidak melihatnya lagi selama lima tahun. Selama waktu itu ia menjelajahi Khurassan dan mawaralnahr; dari sana, dia pergi ke Sijistan dan Kirman, dan setelah itu kembali ke Fars. Dia mulai berceramah di depan umum, mengadakan pertemuan-pertemuan (majlis,pl.majalis), menyeru kepada tuhan. Di Fars, orang-orang mengenalnya sebagai Abu ‘Abdallah sang zahid (asketik) dan menulis beberapa karya untuk mereka. Kemudian dia pergi dari Fars kembali ke Ahwaz, dan memanggil ibu yang membawaku menemuinya.
- Dia bercermah di depan umum dan setiap orang, baik itu sedikit maupun banyak, menyetujuinya. Dia berkata kepada para pendengarnya tentang suara hati, tentang apa yang ada di dalam hati mereka, yang dia sibakkan tirai hati mereka. Mereka menyebutnya sebagai “penyingkap suara hati” (hallaj al-asrar); dan nama hallaj, setelah itu, melekat padanya.
- Kemudian dia menuju Basrah; dia tinggal di sana hanya sebentar, meninggalkan aku di Ahwaz bersama murid-muridnya. Dia pergi ke Makkah untuk yang kedua kalinya, berpakaian compang-camping dank mal (muraqqa’a) dan sebuah jubah India (futa). Banyak orang menemaninya dalam perjalanan ini, sementara Abu Ya’kub Nahrajuri, karena benci, menyebarkan fitnah terhadap dia kepada orang-orang yang sudah akrab dengan ayah.
- Kemudian dia kembali ke Basrah, dia tinggal selama satu bulan dan kembali lagi ke Ahwaz. Kali ini dia membawa ibu bersamanya, juga ayah mertuaku (hama) nantinya dan sejumlah orang-orang penting dari Ahwaz, dan bersama mereka hidup bersama di Baghdad, selama satu tahun. Kemudian dia berkata kepada slah satu muridnya: “Peliharalah anakku Hamd sampai aku kembali; karena aku harus pergi ke tanah yang memuja berhala (balad al-shirk; varian:balad al-turk) untuk menyadarkan penduduknya agar kembali kepada Tuhan, semoga Dia dipuji dan disucikan.
- Dia pergi dan aku tahu apa yang dia lakukan: dia pergi ke India, kemudian ke Khurasan untuk kali yang kedua; dia memasuki daerah Mawaralnahr dan Turkestan dan pergi sejauh Ma Sin, menyeru pendudknya kepada Tuhan dan menulis karya-karya bagi mereka yang tidak sampai kepada ayahku.
- Aku hanya mengetahui hal itu sebaliknya, surat-surat yang dikirimkan kepadanya dari India menyebutnya sebagai “al-Mughit”(“sang penasihat”), dari Turkestan dan Ma Sin sebagai “al-Muqit”(“sang pemelihara”), dari Khurasan sebagai “al-Mumayyiz”(“sang bijak”), dari Fars sebagai “Abu ‘Abdallah al-zahid”(“Abu ‘Abdallah yang asketis”), dan dari Khuzistan sebagai “Hallaj al-asrar”(“penyingkap suara hati”). Juga ada sekelompok orang di Baghdad yang menyebutnya sebagai “al-Mustali”(“sang rupawan”), dan sekelompok orang di Bashrah menyebutnya “al-Muhayyar”(“sang ganas”). Dan gossip tentang dia bertambah setelah dia kembali dari perjalanannya.
- Dia pergi setelah itu dan melakukan ibadah haji yang ketiga kalinya, termasuk masa dua tahun penyendirian spiritual (di Makkah). Pada saat dia kembali keadaannya sangat jauh berubah dari sebelumnya. Dia membeli perabotan di Baghdad dan membangun sebuah rumah (untuk menerima orang-orang). Dia mulai berceramah di hadapan public tentang berbagai ajaran yang hanya setengahnya aja aku dapat mengerti.
- Akhirnya, Muhammad ibn dawud bangkit menentangnya, bersama sekelompok ‘ulama’(cendekiawan); dan dia melaporkan berbagai tuduhan kepada (khalifah)al-Mu’tadid.
- Setelah itu sejumlah perdebatan terjadi antara dia dan ‘Ali ibn ‘Isa karena persoalan Nasr Qusyuri; kemudian antara dia dan Syibli dan Syakh sufi lainnya.
- Banyak orang berkata:dia seorang dukun. Yang lainnya:dia seorang yang gila. Namun banyak juga yang lainnya:dia seorang yang ajaib dan ibadahnya mendapat berkah dari Tuhan.
- Dan pembicaran tentangnya semakin hari semakin ramai sampai kemudian pemerintah menangkap dan memenjarakannya.
- Pada waktu itu Nasr Qusyuri pergi ke tempat khalifah, yang member kewenangan kepadanya untuk membangun sel yang terpisah untuk ayahku. Kemudian sebuah rumah kecil dibangun untuknya berhubungan dengan penjara; pintu luar dittupi dinding, dan bangunan itu sendiri dikelilingi oleh dinding, dan sebuah pintu dibuat pada sisi dalam menuju penjara. Sekitar satu tahun dia menerima tanu dibangunan itu. Kemudian dilarang, dan dia menjalani hal ini selama lima bulan tanpa ada yang dapat mengunjunginya-kecuali pada suat saat ketika dia melihat Abu’l-‘Abbas ibn ‘Ata Adami,’Abdallah ibn Khafif (di sana). Pada waktu itu aku menghabiskan malam-malamku bersama ibu di dalam rumah keluarga kami yang berada di luar, dan pada siang hari aku tinggal bersama ayahku. Kemudian mereka memenjarakanku dengan ayah selama dua bulan. Pada waktu itu aku berusia delapan belas tahun.
- Dan malam datang ketika ayah hars diambil, di saat fajar, di dalam sel, dia shalat dua raka’at. Kemudian, setelah shalat ini selesai, dia terus-menerus menyebut kata”ilusi….ilusi”, sampai malam berakhir. Kemudian selang beberapa lamanya dia diam, ketika dia tiba-tiba berteriak “Kebenaran-..kebenaran”. dia berdiri lagi, dan menyelubungi kepala dan tubuhnya dengan jubah, merentangkan tangannya, menuju kea arah Qiblat (arah Makkah), dan tenggelam dalam ibadah ekstatik (munajat).
- Pelayannya, Ahmad ibn Fatik hadir di situ, dan terhanyt oleh doa ekstatik itu, seperti berikut ini:
- Kami di sini, kami saksi-Mu. Kami mencari pelindungan dalam kemegahan kemenangan-Mu yang abadi, agar Engkau menunjkkan hasrat-Mu.
- ‘O Engkau Tuhan langit dan bumi,
- Engkau yang menyinari tatkala Engkau berhasrat, sama seperti engkau menyinari (di surga abadi, di hadapan Malaikat dan setan) kekuatan ketuhanan-Mu dalam bentuk yang terindah” (=bentuk manusia, dalam Adam): bentuk tempat ruh bersemayam, hadir di dalamnya melalui pengetahuan dan kata-kata, berkehendak bebas dan bukti nyata (dari kehidupan).
- Kemudian Engkau dianugerahi di hadapan saksi ini (=aku sendiri, Hallaj)”Aku”-Mu, esensi substansial-Mu.
- ‘Bagaimana keadaanmu…. Engkau, yang hadir di dalam hatiku setelah mereka menelanjangiku, yang terbiasa menggunakan Diriku untuk mengaku-aku Diriku, menyibakkan kebenaran pengetahuanku dan keajaiban-keajaibanku, terbang bersama Kenaikan-Ku ke Mahkota Kekekalan-Ku untuk mengucapkan kata yang telah menciptakan-Ku.
- ‘(Sekarang Engkau berharap) agar aku ditangkap, dipenjara, dihukum, dibunuh, digantung di tiang salib, abuku ditaburkan di sela-sela tiupan badai pasir yang akan mencerai beraikannya, bersama amuk badai yang akan menari-nari bersama abuku,
- ‘Apabila hanya karena partikel paling kecil (dari abuku), sebutir biji pohon gaharu (akan terbakar di dalamnya dengan rahmat Tuhan), niscaya telah dijanjikan kan tubuhku yang telah berubah (dan penuh berkah) akan menjadi fondasi yang lebih kokoh daripada pegunungan yang tak dapat dipindahkan.
- Kemudian dia menyanyikan sya’ir berikut:
‘Aku sebut nama-Mu demi jiwa yang sekarang (hadir=aku sendiri) menyaksikan “tempat” yang tiada terbatas demi bertemu dengan Saksi Abadi.
‘Aku sebut nama nama-Mu demi hati kotor yang telah lama disegarkan oleh awan firman, yang dipenuhi dengan lautan kebijaksanaan.
‘Aku sebut nama-Mu demi Firman Tuhan, sejak firman itu layu di dalam ingatanku.
‘Aku sebut nama-Mu demi Engkau yang terinspirasi sebelum layu-yang telah disampaikan oleh orang-orang bijak dan orator fasih.
‘Aku sebut nama-Mu demi tanda yang telah dikumpulkan oleh intelek-tiada sesuatu pun yang tinggal di dalam buku-buku kecali sampah.
‘Aku sebut nama-Mu, aku bersumpah demi cinta-Mu-demi kebajikan mereka yang kudanya terdiam dalam perjalanan;
‘Semua telah menjelajahi padang pasir, tiada meninggalkan sumr pun jejak sesudahnya –binasa seperti kaum ‘Ad dan kehilangan kota Iran:
‘Dan di belakang mereka berkumpullah orang-orang mengerumuni jejak mereka-lebih buta daripada hewan, bahkan lebih buta daripada unta betina’.
Kemudian dia terdiam……
- Setelah itu, pelayannya, Ahmad ibn Fatik, berkata kepadanya:’Tuan, wasiatkan kepadaku sebuah petuah. (kemudian ayahku berkata:)’Egomu! Jika engkau tidak mampu menundukkannya, dia akan menguasaimu.
- Tatkala pagi datang, mereka mengeluarkannya dari penjara, dan aku melihatnya berjalan gagah dengan ikatan rantainya, sambik berkata: ‘Sahabatku, apabila engkau tidak ingin berbuat jahat kepadaku, biarlah aku minum dari cangkirnya sendiri, seperti tuan rumah menjamu tamunya; tapi segera setelah cangkir itu beralih dari satu tangan ke tangan lainnya, Dia membuatku permadani (dari kulit) untuk alas hukumanku dan membawakanku pedang; mengayunlah pedang itu kepadanya yang meminum anggur dengan singa (Tinnin) di bawah teriaknya musim panas’.
- Mereka kemudian membawa dia (ke boulevard) tempat kepala dan kakinya dipotong, setelah dihujani dengan 500 ayunan cambuk.
- Kemudian dia diseret menuju tisng salib (suliba). Dan aku mendengar dia di atas berkata dengan Tuhan penuh hasrat: ‘O Tuhanku, aku di sini (pagi ini) di tempat yang telah lama aku hasratkan, tempat aku merenungi keajaiban-Mu. O Tuhanku, karena engkau adalah saksi bahkan bagi mereka yang berbuat jahat kepada-Mu, mengapa Engkau tiada menjadi saksi bagi yang stu ini (-aku sendiri, Hallaj) yang terkena kejahatan karena Engkau’.
- Kemudian, aku melihat Abu Bakar Syibli, yang mendekati tiang salib, menangis dengan keras, dan meniytir kata berikut:‘Belumkah kami melarangmu untuk menerima tamu, baik manusia ataupum malikat?’
- Kemudian dia bertanya kepadanya: ‘Apakah Sufisme itu?’ Dia menjawab: ‘Derajat paling rendah yang dibutuhkan seseorang untuk mendapatkannya adalah orang yang sekarang kamu lihat’. Syibli bertanya lebih lanjut: ‘Apakah derajat paling tinggi?’ Hallaj menjawab: ‘Itu di luar jangkauanmu; tapi besok engkau akan melihat; karena hal itu merupakan bagian dari misteri Tuhan yang telah aku lihat dan tetap tiada terlihat olehmu’.
- Pada waktu shalat (‘isya), utusan khalifah yang hendak menghukum mati Hallaj datang. Tapi dinyatakan: ‘Ini sudah terlambat; kita akan menundanya sampai besok pagi’.
- Tatkala pagi datang, mereka membawanya turun dari tiang salib dan menyeretnya untuk dibunuh. Aku mendengar dia kemudian berteriak keras, mengatakan dengan nada yang sangat tibggi: ‘Yang tertinggi bagi seorang sufi adalah kediriannya yang membawa kepada Dia Yang Tertunggal!’
- Kemudian dia berkata” ‘Mereka yang tiada mempercayai Hari Akhir akan ketakutan karena kedatangannya; tapi mereka yang percaya akan hal ini menunggu dengan penuh cinta, karena mengetahui bahwa Tuhan akan hadir’. Ini adalah kata-katanya yang terakhir.
- Kepalanya dipenggal, kemudian badannya dibungkus dengan kulit permadani, disiram dengan minyak, dan dibakar.
- Kemudian, mereka membawa abunya ke Ra’s al-Manara, untuk diterbangkan bersama angin.
“Aku mengambil catatan ini dari Hamd ibn Husayn ibn Mansu. Dia bercerita kepadaku:
Ahmad ibn Fatik Baghdadi, salah satu murid ayahku, melaporkan kepadaku setelah tiga hari kematian ayahku” ‘Aku telah melihat Tuhan dalam mimpi, sepertinya aku berdiri di hadapan-Nya. Aku bertanya kepada-Nya: “Tuhan, apa yang telah dilakuakn Husayn ibn Mansur kepada-Mu? Dia menjawabku: “Aku bukakan pintu rahasia dari salah satu nama ketuhanan (ma’na).
Catatan : Dari percakapan dan syair2 Al hallaj diatas, kita dapat melihat bahwa beliau telah meramalkan kematian dan waktu kematiannya sendiri dan menjadi hal yg sangat dirindukannya, krn kematianlah yg bisa membuatnya bertemu kekasihnya ( Allah).
Aku adalah Dia yang aku cintai
Dan Dia yang aku cintai adalah aku,
Kami adalah dua jiwa yang dalam satu tubuh,
Jika engkau melihatku, engkau melihat-Nya,
Dan ketika engkau melihat-Nya,
Engkau melihat kami berdua.
kisah yang menarik dan betul2 kontroversi.
sebagai seorang manusia yang dibekali akal, tuhan memerintahkan untuk memeriksa semua informasi yang datang kepada kita termasuk cerita2 seperti diatas. jangan hanya karena cinta dan taqlid sehingga melumpuhkan analisis kita yang kemudian menjadikan kita dengan mudahnya menerima dan menelan mentah2 setiap yang disajikan.
berikut beberapa bagian yang menurut saya kontroversi dan sekiranya saya mohon kepada penulis artikel ini untuk menjelaskannya..
yang pertama,
penulis kisah ini tujuannya ingin menunjukkan ketinggian Al Hallaj tapi tanpa sadar disatu sisi ia menunjukkan sisi Al Hallaj yang lainnya.
jika membaca cerita diatas kira2 kenapa Al Hallaj membebaskan semua tahanan ? apa hak dan dasar Al Hallaj hingga ia dengan begitu mudah membebaskan semua Tahanan ?
orang sekaliber Al hallaj tentunya tahu mana yang pantas dan tidak dilakukan.
yang kedua
penggalan tulisan ini
“Sebelum Tuhan menjadikan makhluk, ia hanya melihat diri-Nya sendiri. Dalam kesendiriannya itulah terjadi dialog antara Tuhan dengan diri-Nya sendiri, yaitu dialog yang didalamnya tidak terdapat kata maupun huruf. Yang dilihat Allah hanyalah kemuliaan dan ketinggian Zat-Nya sendiri. Allah melihat kepada zat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinta inilah yang menjadi seban wujud dan sebab dari yang banyak ini. Ia pun mengeluarkan dari yang tiada bentuk copy dari diri-Nya yang mempunyai sifat dan nama-Nya. Bentuk copy ini adalah Nabi Adam. Setelah menjadikan Nabi Adam dengan cara it, Ia memuliakan dan mengagungkan Nabi Adam. Ia cinta pada belia, dan pada diri Nabi Adam setelah terdapat sifa-sifat yang dipancarkan Tuhan yang berasal dari Tuhan sendiri.”
apakah pernyataan ini ada dasarnya minimal berupa hadis kudsi ?
atau apa penulis ini hadir saat itu menyaksikan tuhan yang sedang berdialog dengan diriNya ?
karena kalau tidak ada, berarti ini hanya rekaan, dugaan, sangkaan dan kebohongan terhadap Allah !!!!
kenapa dengan segitu berani dan lancangnya kita menuliskan sesuatu tentang Allah yang kita tidak punya dasar pengetahuan ?
bahwa tuhan berdialog dengan dirinya dialog tanpa kata dan huruf pula.
ingat ayat ini
10: 68. Mereka (orang-orang Yahudi dan Nasrani) berkata: “Allah mempuyai anak.” Maha Suci Allah; Dia-lah Yang Maha Kaya; kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi. Kamu tidak mempunyai hujjah tentang ini. Pantaskah kamu mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?
72 : 4. Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah
ayat ini adalah peringatan agar kita tidak mengatakan sesuatu yang kita tidak punya hujjah dan tidak kita ketahui dan juga tidak melampaui batas.
mengatakan bahwa tuhan mempunyai sifat kemanusiaan tidak beda jauh dengan mengatakan tuhan mempunyai anak. karena keduanya dikatakan tanpa berdasar pengetahuan dan berlebihan serta melampaui batas terhadap Allah
naudzubillah
semoga tuhan memberi kita petunjuk.
SukaSuka
untuk bisa memasuki tarikat.. dibutuhkan landasan sayriat yg kuat.. ada hal yg bisa dijangkau akal dan byk hal yg tdk mampu dijangkau akal.. jika anda menggantunkan segala hal kepada akal ( ingat akal itu bersifat basaru .. dunia dan kebendaan terpengaruh oleh nafsu ) tdk semua hal yg ditangkap oleh otak adalah hal yg benar tergantung penguasaan nafsu atas diri seseorang.. akal itu terbatas kepada apa yg terlihat oleh mata.. terdengar oleh telinga.. dan bisa teraba dan dirasakan.. sedangkan ilmu tauhid sebagai gerbang ilmu tasawwuf itu tdk bisa di pecahkan oleh akal semata.. tp juga butuh keimanan dan paling utama adalah keredhaan Allah.. akal dalam pengertian.. dalam firman Allah sebagai pemberian kepada manusia.. bkn akal yg berada dikepala (otak atau brain)karna yg anda anggap akal itu adalah fikiran.. dan fikiran sebenarnya bukanlah akal.. kalimat akal dalam pengertian kita adalah kata2 dalam bahasa arab yg di masukkan kedalam bahasa Indonesia dari kata aqlu.. Aqlu dalam pengertian kalimatnya dan pengertian tata bahasa adalah wadah tempat ilmu.. tempat takdir dan ketentuan manusia.. tempat iman yg berada pada diri manusia.. tempat kepatuhan dan ketaatan kepada Allah.. sedangkan fikiran ( akal ) dalam pengertian yg awam adalah yg sering pula melakukan hal yg bertentangan dengan kehendak Allah.. akal itu mampu membutakan hati.. dan mampu menyembunyikan kebenaran.. krn dia sangat sering menentang hati nurani dan keimanan.. kita mengambil satu contoh simple ” Kisah Israj dan Miraj ” coba fikirkan ini dgn akal.. ini informasi yg datang kepada anda.. coba anda fikirkan.. mampukah akal anda menjabarkan tentang kisah ini tanpa adanya keimanan?? just brain .. bkn dgn keimanan.. kita ambil 1 contoh lagi surah Al Ihklas ” Katakanlah Allah itu Ahad .. tidak beranak dan tidak diperanakkan.. ” jika kita berusaha mengambil informasi dan meneliti kebenar ayat ini dgn akal.. pasti akal tdk akan mampu.. Allah tdk diperanakkan.. dari mana Allah datang?? kenapa Allah ada?? datang dari mana?? semua ini tdk akan mampu di olah oleh fikiran.. ingat ya ini juga adalah sebuah informasi kan?? jd tolong fikirkan ini aja dulu.. fikirkan ayat ini.. karna ini adalah awal tauhid.. inilah ayat yg mengajarkan tentang tauhid.. tolongnya gunakan akal anda.. krn anda selalu menganggap segala hal harus bisa diterima akal.. SILAHKAN..
SukaSuka
siapa bilang peristiwa isra mi’raj dan yang berkaitan dengannya tidak bisa dijangkau dengan akal ?
isra mi’raj itu suprarasional tapi bukan irrasional. jangan karena akal anda yang tidak mampu lalu menyamaratakan semua orang. mungkin ketika seseorang bertanya pada anda bagaimana cara membuktikan bahwa peristiwa isra mi’raj itu benar terjadi maka anda secara otomatis akan menjawab “sudahlah, percaya dan terima saja..akalmu tidak akan bisa menjelaskannya”
iman begini kah yang diharapkan Tuhan ?
iman yang hanya berdasarkan taqlid buta ?
segala sesuatu di dunia pasti bisa diterima akal. sebagaimana akal bisa menerima keberadaan tuhan. selama ini, kebanyakan dari kita termasuk saya berkata seperti itu bukan karena akal kita tidak mampu tapi hanyalah karena faktor KEMALASAN BERPIKIR !
seandainya ibrahim berprinsip dan bersikap malas seperti ini, maka ibrahim tidak akan menjadi bapaknya ahli tauhid. ketika ibrahim malas berpikir maka sudah dipastikan bahwa pencariannya akan tuhan berhenti. ia akan kembali sama seperti bapak moyangnya yang menyembah matahari. yang akan diikuti oleh orang2 yang kemudian yang juga malas berpikir.
akal adalah pembimbing hati menuju iman. akal pula yang membimbing nafsu. nafsu yang seringkali membutakan hati. akal dan nafsu adalah dua jalan yang berbeda. itu lah kenapa tuhan menganjurkan untuk banyak menggunakan akal dan mencela orang yang tidak mau dan malas mempergunakannya. sungguh lucu jika diatas anda mengatakan bahwa dunia dan kebendaan terpengaruh oleh nafsu. ya, kondisi ini hanya terjadi jika anda membiarkan nafsu anda yang mengambil kendali ! membiarkan nafsu menguasai mata, telinga dan hati anda !
anda terlalu jauh mengambil surat Al ikhlas sebagai contoh. Al ikhlas hanyalah bagian kecil dari Al quran. saya ingin bertanya, menurut anda apakah kebenaran alquran sebagai firman tuhan dapat diterima dan dibuktikan oleh Akal (anda) ? sehingga anda percaya bahwa al ikhlas juga adalah firman tuhan ? jika ya, bagaimana membuktikannya ?!!! atau apakah anda hanya langsung menerima dan percaya pada alquran begitu saja ? jika ya, (sekali lagi) iman beginikah yang diharapkan Tuhan ?
atau apakah anda ingin mengatakan bahwa kebenaran alquran sebagai firman tuhan (juga) tidak dapat diolah oleh akal ?
jika anda sudah tahu cara membuktikan kebenaran alquran yang dapat dibuktikan oleh akal anda maka jika anda berusaha lebih kuat (dengan membuka mata, telinga, hati) saya yakin, anda tidak lama lagi akan menemukan bukti nyata kebenaran isra mi’raj yang dapat dijangkau oleh akal !
semoga tuhan memberi petunjuknya, amin !
SukaSuka
apa anda sudah membaca keterangan tentang sifat kemanusiaan?? disitu jelas2 ada catatan yg menguraikan.. sifat kemanusiaan itu adalah milik Allah.. hadist kudsinya jelas.. hanya pemahaman anda yg ga nyampe ” Akulah yg menciptakanmu dan Aku pula yg menciptakan SIFATMU” mungkin anda berfikir sifat pada diri manusia dalam hadist kudsi tersebut adalah sesuatu yg didatangkan dari ketiadaan menjadi ada.. sifat manusia adalah pencerminan atau pancaran dari nur sifat Allah.. contohnya Rahman ada pada manusia.. rahim.. ada pada manusia.. sangat byk jika ingin dijabarkan satu persatu.. manusia memiliki semua sifat dari asma Allah tersebut.. kecuali beberapa sifat yg menjadi sifat mutlat Allah.. contohnya qadim dll.. sekarang saya bertanya kepada saudara ahmad.. adakah didunia ini yg bukan milik Allah?? apakah sifat kamu.. yg kamu miliki sebagai manusia itu bukan milik Allah? jika dia bukan milik Allah lalu milik siapa? saya juga sudah menjelaskan.. kaki anda adalah kaki Allah.. kata siapa kaki anda bukan kaki Allah.. anda tdk memiliki apa2 saudara ahmad.. semuanya milik Allah.. jadi sifat kemanusiaan dalam penjabaran tersebut juga adalah sifat milik Allah.. bukan sifat milik manusia.. manusia hanya diberi pinjaman.. seharuhnya anda bertanya dulu.. apa yg dimaksud dengan sifat kemanusia dalam penjabaran diatas.. jadi sekarang tolong dijawab ya.. yg dimaksud dengan sifat kemanusiaan itu apa saja.. sehingga anda mengatakan mustahil Allah memiliki sifat kemanusiaan tersebut.. tolong dijawab ya.. sejujurnyanya.. koment anda panjang tapi tidak menjelaskan apa2.. tidak mengena pada pokok pembahasan.. pembahasan menceritakan soal daging dan biji.. anda muter2 aja dikulitnya.. terkadang kulit buah itu pahit.. tapi isinya manis.. tolong ya dijawab..apa itu yg dimaksud dengan sifat kemanusiaan.. singkat saja ya jawabannya.. sejujurnya saudara ahmad.. yakinilah apa yg benar bagi saudara.. jalanilah itu baik bagi saudara dan semoga itu bisa membawa saudara kepada pengenalan kepada Allah.. dan biarkan para sufi berjalan didalam pemahaman kesufian mereka memandang Allah dan menagenal Allah dgn pengenalan mereka.. para sufi tdk pernah merasa terganggu oleh org2 seperti anda.. dan tdk pernah menganggap org2 seperti anda salah dan keliru.. segala hal yg anda bantah diatas tulisan itu.. karena anda menganggap Allah tdk Maha berkehendak dan Allah itu Tdk Maha melakukan apa yg Dia Kehendaki.. jangan berusaha memahami segalanya itu dgn akal yg bersifat kebendaan.. dan anda malah menyamakan pernyataan kristen bahwa Tuhan memiliki anak.. dengan pernyataan tersebut diatas.. memiliki anak bagi Tuhan adalah mustahil.. tapi berhadapan dgn Allah dalam alam ruhaniyah.. bercakap2 dengan Allah dalam Alam Ruhaniyah bisa terjadi dgn kehendak Allah.. bukan kehendak manusianya.. tp dikehendaki oleh Allah.. sama seperti israj miraj.. mustahil bagi Rasulullah melakukan itu dgn kekuatan dan keinginan dirinya sendiri.. tp itu terjadi karna kehendak Allah.. Allah yg memperjalankan.. bukan Rasulullah jalan sendiri.. Demikian juga para sufi.. segalanya terjadi pada diri mereka.. bkn krn mereka menghendaki ataupun melakukan.. semua itu dilakukan Oleh Allah atas kehendak Allah.. org2 sufi hanya melakukan ibadah kepada Allah.. dengan pendekatan yg sedekat2nya kepada Allah.. tanpa meminta balasan apapun dari segala ibadahnya.. mereka tdk butuh pahala.. ataupun surga.. bagi mereka beribadah adalah karena kecintaan kepada Allah.. menjauhi larangan karena kecintaan mereka kepada Allah.. Allah adalah kekasih bagi mereka.. segala apapun hanya Allah.. sebagaimana sebelum segala sesuatu ini tercipta oleh Allah.. yg ada Hanya Allah.. sebelum Allah menciptakan saudara Ahmad?? dimana saudara berada?? dijawab ya.. tolong koment saya dibaca dengan teliti.. biar nyambung.. Syariat beribadah karna pahala dan ingin surga.. serta takut neraka.. org sufi krn kecintaan kepada Allah.. saudara Ahmad.. mungkinkah Anda mengucapkan kalimat Allah dari bibir saudara tanpa ijin Allah?? mungkinkah saudara bisa berjalan tanpa ijin Allah?? mungkinkah saudara bisa melihat tanpa ijin Allah?? saudara Ahmad.. apakah anda ada sebagai saksi waktu ayat ini diturunkan?? 72 : 4. Dan bahwasanya: orang yang kurang akal daripada kami selalu mengatakan (perkataan) yang melampaui batas terhadap Allah “.. knp anda percaya bahwa ini benar?? apakah anda memiliki bukti bahwa ini benar? apa yg membuat anda mengakui kalo ini benar?? apakah dari asumsi anda sendiri?? atau mungkin copas dari org lain?? atau dengar dari org lain?? .. jwbnanya yg tepat adalah keimanan.. dari mana datangnya keimanan itu?? apakah ada dgn sendirinya pada diri saudara?? atau krn daya fikir saudara?? jika karana akal fikiran.. maka saya rasa semua org cerdik dan jenius didunia ini akan memiliki iman yg sama.. ingat firman Allah ” Aku bimbing kepada cahayaKu bagi mereka yg aku Kehendaki.. dan Aku tutup hati mereka yg Aku kehendaki.. ” simple. yg dibimbing Allah kepada cahayaNya pasti BERIMAN dan yg ditutup hatinya oleh Allah pasti TIDAK BERIMAN.. so ????
SukaSuka
mari kita lihat siapa sebenarnya yang ga nyampe
berikut pernyataan dari komentar anda diatas
“mungkin anda berfikir sifat pada diri manusia dalam hadist kudsi tersebut adalah sesuatu yg didatangkan dari ketiadaan menjadi ada.. sifat manusia adalah pencerminan atau pancaran dari nur sifat Allah.. contohnya Rahman ada pada manusia.. rahim.. ada pada manusia.. sangat byk jika ingin dijabarkan satu persatu.. manusia memiliki semua sifat dari asma Allah tersebut.. kecuali beberapa sifat yg menjadi sifat mutlat Allah.. contohnya qadim dll..
Ya anda benar sekali, saya memang berpikir seperti itu. Karena saya berpikir dan juga yakin bahwa tuhan itu maha kuasa yang mampu menciptakan sesuatu (baik itu mahluk, sifat) yang dari awalnya tidak ada menjadi ada ! atau apa anda berpikir bahwa tuhan tidak bisa berbuat seperti itu ? atau apakah anda yang berpikir bahwa tuhan tidak bisa menciptakan sesuatu yang awalnya tidak ada menjadi ada ? apa ini bukan bentuk kelancangan ? atau mungkin kebodohan ? Jawab ini dulu !!!!!!
Berikutnya pertanyaan anda
“yg dimaksud dengan sifat kemanusiaan itu apa saja.. sehingga anda mengatakan mustahil Allah memiliki sifat kemanusiaan tersebut.. tolong dijawab ya..”
Sebelum masuk ke sifat kemanusiaan mari kita samakan pengertian kita tentang sifat terlebih dahulu. Dan untuk itu anda perlu menjawab pertanyaan2 ini
Apakah “kuat” dan Lemah” adalah sifat ? jika ya
Siapa kah yang memiliki sifat itu, manusia kah atau tuhan ?
Apakah tuhan mempunyai sifat lemah ? Naudzubillah !!!
Menurut saya sifat kemanusiaan itu ya seperti sifat lemah (yang antara lain lupa, ngantuk, lelah dan 5L lainnya) jadi, mustahil tuhan memiliki sifat kemanusiaan. Atau apakah sekali lagi anda berpikir bahwa tuhan mempunyai sifat2 kemanusiaan ?
Sekarang, tolong tunjukkan sifat kemanusiaan yang di miliki tuhan ?
Logika sederhananya seperti ini
Seperti halnya tuhan yang memilih manusia sebagai wakil dan penggantinya melaksanakan tugas2 di bumi. Seorang manusia juga menciptakan sebuah kamera CCTV yang akan mengganti tugasnya mengawasi. Manusia mampu membuat kamera CCTV yang sifatnya mampu terjaga selama seminggu. Sebuah sifat yang sama sekali baru dan berbeda dari sifat penciptanya yang tidak mampu terjaga selama itu !
berikutnya pernyataan anda
“dari mana datangnya keimanan itu?? apakah ada dgn sendirinya pada diri saudara?? atau krn daya fikir saudara?? jika karana akal fikiran.. maka saya rasa semua org cerdik dan jenius didunia ini akan memiliki iman yg sama.. ingat firman Allah ” Aku bimbing kepada cahayaKu bagi mereka yg aku Kehendaki.. dan Aku tutup hati mereka yg Aku kehendaki.. ” simple. yg dibimbing Allah kepada cahayaNya pasti BERIMAN dan yg ditutup hatinya oleh Allah pasti TIDAK BERIMAN.. so ????
Membaca penyataan diatas, Tampaknya anda belum bisa membedakan yang mana orang2 berakal yang dimaksud alquran dan orang berakal menurut anda. Orang berakal yang dimaksud alquran bukanlah orang cerdik dan jenius seperti yang anda maksud. Orang cerdik dan jenius dalam istilah alquran disebut orang yang berpandangan tajam ! kaum aad,tsamud bahkan yg terakhir bani israil adalah kaum yang sangat jenius, mereka mampu membuat bangunan2 luar biasa yang tuhanpun memujinya. Tapi mereka tidak termasuk orang2 yang berakal. Karena mereka tidak pernah mempergunakan mata, telinga dan hati. Mereka tidak pernah mempergunakan semuanya untuk MEMIKIRKAN tanda2 kekuasaan Allah, peringatan dan rasul Allah.
Keimanan datang melalui mata, telinga dan hati. Orang cerdas dan jenius yang anda maksud punya ketiganya dan pikiran yang luar biasa tapi bukankah tuhan menyebut mereka sebagai orang yang buta dan tuli ? itu karena mereka tidak mau mempergunakan telinga mereka untuk mendengarkan setiap peringatan yang datang. Mereka sudah merasa cukup dengan apa yang mereka dapati dari nenek moyang, guru2 dan kitab2 mereka. Mereka tidak mau membuka hati dan pikiran mereka apakah yang dilakukan oleh nenek moyang, guru mereka dan sebagainya sudah benar adanya.
SukaSuka
asyik saya jadi terbawa alur di dalam dzat tajalinya allah hehehe
mohon bimbingannya, terima kasih
SukaSuka
mansyur Al halaj tidak sesat, ujar guru saya.
SukaSuka
Intinya siapa saja dan apapun itu jika kenal/ tau yang mana allah dan percaya itu lah yg namax allah. Mka pasti selamat. Byk org hnya briman kpd nama allah v tdk tau dgn yg punya nama. Ini lh yg bahaya krna inilah prbuatan yg tdk ada ampunan yaitu prbuatan syrik. Jika sudah tahu dn kenal dgn yg namax allah insyallah selamat dn tinggl menunggu pulang kembali kpd allah.
SukaSuka
A’maluna A’malukum
SukaSuka
Dari jaman al-hallaj sudah ada manusia seperti saudara ahmad ini, dan percuma jg berdebat sama beliau… Karna hati beliau di penuhi penyakit.. Dr cara beliau coment, terlihat bahwa belau tak senang dengan yg ada di web ini, padahal tak ada yg menyuruh beliau membaca, terlalu sibuk menilai org lain, sehingga beliau lupa akan dirinya sendiri..
SukaDisukai oleh 2 orang
Sama lah…
Dari dahulu juga seperti itu
Sejak jaman nuh hingga kini
Setiap kali datang peringatan pada orang kafir atau sesat
Mereka menyumbat telinga mereka
Mereka sudah merasa cukup dengan apa yg mereka dapati dari nenek moyang n guru2 mereka
Masalah sibuk menilai orang ya ?
Lah situ juga kok sibuk nilai saya ?
Padahal sama sprti saya…
Tidak ada yg suruh mas firman baca koment saya…..
Hahaha…
Saya membaca ini juga gak sengaja
Annafis mempublish artikel ini supaya orang membacax…betul gak bang nafis ?
Jd secara tdk langsung bang nafis yg suruh sy loh
Klo tulisanx tidak mau dibaca org ya mbok ditulis di kertas trus simpan dibawah bantal.
Yang menyedihkan…setiap sy bertaxa maka ujung2x bang nafis main kabur aj.
Beginikah sikap tabligh ?
SukaSuka
mantap annafiz…kadada habis nya mambahas masalah itu ahmad ai…amun ada baisi ilmu tu ulah jua di web ikam…amun handak badebat ahmad ai datangi aku di kalimantan sinih….baik jua annafiz mau babagi ilmu nya…dasar jua ikam neh ahmad ai
SukaSuka
Sudahlah….
Bantu aj si nafis menjawab…
Tu kerjax bikin artikel
Ditanya
Kabur deh…
Bang nafis…ckckckck
SukaSuka
Rasulullah membenci Orang yang suka berdebat mengenai agama ini, karena dengan berdebat akan merusak Ukhuwah Islamiyah
Semua PENDEBAT mempunyai alasan tersendiri untuk membela apa yang sedang dibahas, tetapi apabila mereka sudah terjun dalam gelanggang perdebatan, alasan mereka hanya satu yaitu ingin menang. Perasaan itu pasti pernah dirasakan oleh semua yang pernah berdebat
Contohnya, dalam perdebatan, pasti ada pihak Syubhat dan pihak bantahan, semua ingin mematahkan hujah masing-masing lawan hingga dapat diketahui kebenarannya walaupun ada kalanya bertentangan dari topik pembahasan dengan apa yang diperdebatkan menurut pemahaman masing-masing.
Apa juga topik yang didebatkan termasuk dalam masalah perbedaan pemahaman dalam agama Islam, kita pasti akan melihat dengan jelas mereka yang berdebat bukan untuk mencari kebenaran, tetapi mencari kemenangan. Dalam keadaan seperti inilah ada banyak golongan yang berani memperdebatkan ayat Allah walaupun sesungguhnya mereka kurang pengetahuannya dalam hal ini, akhirnya menyebabkan kekacauan.
Firman Allah (yang artinya) : “Tidak ada yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah, kecuali orang-orang yang kafir..” (QS. Ghafir : 4)
Dalam ayat lain Allah berfirman (artinya) :
“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Surah Ghafir, ayat 56)
Maka janganlah kita merasa diatas kebenaran lalu mencela sesama Muslim, perdebatan tidaklah lain hanya merugikan kita dan merusak hubungan sesama saudara ( se-Iman ).
Kesalahan yang terjadi adalah apabila memilih berdebat sebagai jalan utama, dan dakwah dijadikan pilihan alternatif.
Masalahnya, apakah menyampaikan risalah Islam dengan cara berdebat bisa membuat perdamaian dan serta merta bersatu untuk bekerjasama dalam usaha dakwah kita?
Mereka yang suka berdebat bukan bertujuan menyampaikan kebenaran tetapi untuk membantah hujah pihak lawan seperti firman Allah yang bermaksud:
“Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (Az-Zukhruf, ayat 58)
Ajaran Islam menyeru umat-Nya berhikmah dalam berdakwah boleh tercalar dengan kelantangan hujah pihak yang tidak mahu bertolak ansur. Maka perlunya kita merenung kembali, walaupun kita mungkin berada pada pihak yang benar, atau mungkin memenangi perdebatan dengan hujah mantap, mengapakah kebenaran dibawa masih sukar diterima?
Al-Imam Ahmad menyatakan, “Pokok ajaran As-Sunnah menurut kami adalah: Berpegang teguh di atas metod sahabat Rasul Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam, mengikuti mereka dan meninggalkan bidaah. Dan setiap bidaah adalah sesat. Dan meninggalkan pertengkaran serta duduk bersama pengekor hawa nafsu, juga meninggalkan dialog dan berdebat serta bertengkar dalam agama ini.”
Apa yang dibincangkan di sini ialah masalah sikap dan mentaliti segelintir pendakwah. Tidak dinafikan, boleh berdebat dalam Islam seperti yang pernah dilakukan nabi dan ulama salaf tetapi kebenaran bergantung kepada keadaan, tujuan dan maksud perdebatan itu.
Debat tidak selamanya tercela, bahkan kadangkala sesuatu kebenaran itu terkuak melalui pintu perdebatan. Debat dengan cara baik adalah seiring firman Allah yang bermaksud: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik.” (Surah An-Nahl, ayat 125)
Oleh itu, jika tidak ada garis panduan, justeru perkara yang diperdebatkan akan berakhir dengan pertengkaran dan perselisihan faham antara satu sama lain. Berapa ramai kini yang ghairah untuk berdebat atas nama kebenaran sedangkan mereka hanya ingin bongkak dengan kemenangan.
Maknanya, mereka terpaling daripada niat asal dalam menyampaikan kebenaran sedangkan mereka hanya ingin bongkak dengan kemenangan.
Maknanya, mereka terpaling daripada niat asal dalam menyampaikan kebenaran dan jika itu kesannya maka ia bukanlah cara yang dituntut Islam dalam menyampaikan kebenaran.
Pernyataan Abu Bakr boleh dijadikan panduan sebelum mengetuk pintu perdebatan yiaitu,
“Jika orang yang menanyakan permasalahannya
kepadamu adalah orang yang mengharapkan bimbingan kepada kebenaran dan bukan perdebatan, maka bimbinglah dia dengan cara yang terbaik dengan penjelasan. Bimbinglah dia dengan ilmu daripada Al-Kitab dan As-Sunnah, perkataan sahabat dan ucapan imam kaum Muslimin. Dan jika dia ingin berdebat denganmu, maka inilah yang dibenci oleh ulama, dan berhati-hatilah engkau terhadap agamamu.
Dan beliau ditanya lagi:
“Apakah kita biarkan mereka berbicara dengan kebatilan dan kita mendiamkan mereka? Maka katakan kepadanya: Diamnya engkau daripada mereka dan engkau meninggalkan mereka dalam apa yang mereka bicarakan itu lebih besar pengaruhnya atas mereka daripada engkau berdebat dengannya. Itulah yang diucapkan ulama terdahulu dari ulama salafus salih kaum Muslimin.” (Lammud Durr, Jamal Al-Haritsi halaman 160-162)
Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak menyampaikan risalahnya dengan cara berdebat semata-mata. Malah, Baginda membencinya, seperti diriwayatkan daripada Aisyah bahawasanya Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda yang bermaksud: “Orang yang paling dibenci Allah adalah yang suka berdebat.” (Hadis Muttafaq ‘alaihi)
Perdebatan hanyalah jalan terakhir yang seharusnya kita pilih apabila betul tujuan dan maksudnya. Kenali keutamaan, kemudian barulah mencari alternatif. Maka di sinilah pentingnya kita umat Islam untuk sentiasa membetulkan niat dalam cara dakwah.
Demikian,.. Semoga bermanfaat.
SukaSuka
Tidak semua yang di luar logika berarti gila, tergantung dari tingkatan mana memahaminya, kisah al-Hallaj, Siti Jenar, Abdul Qadir Jaelany ataupun Hamzah Fansuri, hanya penggalan kisah yang hanya orang-orang tertentu saja yang memahaminya, bagi sebagian mungkin itu di luar logika, sama halnya dengan kisah Khidir yang tingkah lakunya dianggap kontroversi oleh Musa AS …
SukaSuka
Hamba seorang fakir tergerak utk berkomentar,
Melihat komentar2 di atas,nampaknya kita harus kembali lagi belajar apa yg di sampaikan abah guru sakumpul yaitu:
1. Wajib pada akal ?
2. Mustahil pada akal ?
3. Harus pada akal ?
SukaDisukai oleh 1 orang
izin share
SukaSuka
Amiiin pintar semua
SukaSuka